SEMARANG – Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag menggandeng mahasantri Ma’had Aly untuk ikut melakukan penguatan moderasi beragama berbasis pada kitab kuning atau turas.
Hal ini dibahas bersama dalam Workshop Wawasan Kebangsaan dan Moderasi Beragama bagi Santri dan Mahasantri yang digelar Direktorat PD Pontren di Semarang, Senin (20/05/2024). Workhsop diikuti oleh dosen dan mahasantri Ma’had Aly dari berbagai daerah di Indonesia.
Kepala Subdirektorat Pendidikan Diniyah dan Ma’had Aly, Mahrus, menyampaikan bahwa workshop terbagi dalam dua kelompok pembahasan. Pertama, mahasantri Ma’had Aly yang membahas peran mereka sebagai juru bicara moderasi beragama.
Kedua, dosen Ma’had Aly yang akan menulis tentang “wasathiyah” berdasarkan Turas dari sembilan fan ilmu keislaman Ma’had Aly dengan bahasa Arab.
Menurut Mahrus, program ini dilatarbelakangi oleh kekayaan turas (kitab kuning) pesantren yang masih berserakan. Program ini bagian dari implementasi kebijakan penguatan wawasan kebangsaan bagi masyarakat lokal dan global.
Tulisan dosen Ma’had Aly, lanjut Mahrus, nantinya akan diikutsertakan dalam program non degree kepengarangan atau penulisan ilmiah bersama muallif internasional di Maroko atau Mesir.
Para dosen akan melanjutkan proses menulis dan berdiskusi dengan para muallif internasional untuk memperkuat perspektif dan referensi, dalam konteks tulisan mengenai khazanah Islam Wasathiyah (moderasi beragama).
“Dengan demikian, akan ada tulisan moderasi beragama yang khas dari Direktorat PD Pontren, dari pesantren, oleh pesantren, tetapi untuk dunia,” tukasnya.
Plt. Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono Abdul Ghafur menekankan pentingnya para santri memiliki agenda untuk menyampaikan contoh baik terkait moderasi beragama. Dia mengutip hadis yang menyebut pentingnya membawa agama yang toleran (samhah) sebagai indikator moderasi beragama.
“Moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama yang mencerminkan keberpihakan kepada kemanusiaan,” jelasnya.
Pria asal Cirebon ini juga menekankan bahwa dalam pesantren harus dihindari segala bentuk kekerasan dan selalu beradaptasi dengan perubahan. “Pesantren harus menjaga ukhuwah terutama di tengah perbedaan pilihan, terutama dalam kontestasi politik,” tambahnya.
Peserta workshop ini diharapkan menjadi juru bicara di pesantren masing-masing, menyampaikan apa yang diperoleh kepada santri yang tidak hadir, sehingga moderasi beragama tidak hanya menjadi perbincangan, tetapi menjadi praktik yang konkret.
Secara khusus, Waryono menyampaikan terima kasih kepada Gus Lukman dari Pondok Pesantren Termas yang telah hadir membersamai teman-teman mahasantri pada diskusi memperkuat wasathiyah, moderasi beragama.
“Semoga mahasantri mendapatkan berkah, ilmu, dan informasi yang baik untuk masa depan, sehingga dapat berkontribusi bagi pengembangan pesantren, negara, dan bangsa,” tutupnya.
Diketahui, peserta mahasantri dipilih oleh Presnas DEMA AMALI, yang baru saja mengadakan kongres. Adapun para penulis yang hadir direkomendasikan Asosiasi Mahad Aly Indonesia (AMALI). Turut menjadi narasumber juga Ketua AMALI dan beberapa pengurus.